Friday, July 27, 2012

Iseng untuk Kalian, Wahai Para Pengubah Dunia!

Ketagihan mengajar.

Jujur itu hal yang saya rasakan setelah sekian lama berkutat dengan yang namanya anak-anak waktu kegiatan SOUL (Solidarity of Our Children) dari BEM waktu itu. Anak-anak kecil polos yang rasa ingin tahunya sangat luar biasa dan semangatnya juga luar biasa. Mungkin sederhana, nggak dikasih duit, nggak dikasih apa-apa dari hasil mengajar. Tapi ada satu hadiah luar biasa setiap kali mengajar mereka.

Mereka mengerti.

Buat saya, itu sudah cukup, meskipun belum memahami. Mungkin, dibandingkan dengan kita yang bisa sekolah dengan nyamannya, sekolah yang bagus fasilitasnya, guru-gurunya, atau sekolah yang dianggap unggulan di kota masing-masing, sekolah mereka jauh nggak ada apa-apanya.

Jangankan sekolah, di sekitar kampus yang katanya termasuk 10 Perguruan Tinggi Negeri terfavorit dan Terunggul di Indonesia masih banyak anak-anak yang belum punya kesempatan buat sekolah. Yaaa, mungkin buat kalian yang saat ini bisa mengenyam pendidikan, hal itu terkesan biasa aja. 
Dan saya yakin, tidak hanya di daerah sekitar kampus saya, yang lain pun saya rasa masih ada hal seperti ini. Tapi pernahkah berpikir bahwa dampak pendidikan itu besar banget buat pembangunan suatu negara?

Ah, saya nggak mau banyak berteori.

Yang saya ingin bagikan dengan kalian, bahwa mereka senang lho ketika ada "orang" yang mereka anggap "Pintar" mau mengajar mereka. Mereka semangat dan mungkin yang ada di benak mereka, "Hari ini belajar apa ya?".

Saya mengutip dari cerita seseorang, waktu itu dia mencoba mengajar di salah satu daerah yang pendidikannya masih kurang dan rawan banjir. Waktu itu dia sedang mengajar dan ternyata tanpa sadar, kelas tempat dia mengajar mulai digenangi air. Langsung saja dia menutup pintu untuk menghalau aliran air dengan menumpukkan batu bata di pintu masuk kelas. Dia mengambil keputusan, lebih baik belajarnya ditunda dulu karena kondisi kelas yang sudah tidak memungkinkan (banjir sudah hampir setara dengan kursi). Tapi murid-muridnya cuma bilang, " Nggak, kak. Kita mau belajar aja. Lagi juga kalau pulang kan lagi banjir."

Mereka semangat. Mengalahkan semangat yang mengajar.

Belum ditambah ketika waktunya tiba untuk mengajar murid yang lain, dia berpikir kalau murid itu tidak akan datang. Toh, kondisi diluar banjir dan pastinya membuat orang-orang malas untuk ke sekolah sekedar belajar tambahan. Tapi gak lama kemudian,

"Kakak, ayo belajar. Aku masuk yaaa.."
"Rajin sekali kamu datang ke sekolah. Kamu sendirian?"
"Iya, teman-teman yang lain malah asyik berenang disana. Tapi aku mau belajar saja, aku penasaran kakak mau ngajar apa hari ini."

Lebih dari cukup. Semangat untuk hadir saja itu lebih dari cukup.
Dan semangat seperti inilah yang dibutuhkan negara. Mereka nggak peduli dengan apapun yang terjadi, bagi mereka "keinginan" dan "kerinduan" buat belajar lebih dari hal-hal yang tak perlu dipikirkan seperti itu.

Ingat juga ketika anak-anak di sekolah waktu mengajar Bahasa Inggris bersorak luar biasa menyambut kedatangan mahasiswa-mahasiswa yang mereka anggap "lebih pintar" dibanding mereka. Mereka bahagia,nggak ada rasa mengeluh datang siang-siang hanya untuk sekedar belajar bahasa Inggris yang juga "standar". Tapi mereka menikmatinya. Itulah mengapa masih banyak anak-anak yang semangat sekolah.

Guru di sekolah itu pun terbatas cuma beberapa saja dan itu bisa dihitung pakai jari. Kelasnya pun juga cuma kelas 3, 4, 5, dan 6. Kenapa bisa begitu? Mana kelas 1 dan 2 nya?

Dan lebih menyedihkannya lagi. Saya sedih dengan standar nilai kelulusan yang ditetapkan di sekolah. Mereka menstandarkan nilai kelulusan sebagai berikut.
Matematika = 3,5
Bahasa Indonesia = 4
Bahasa Inggris =3,5
Agama = 5

Apa yang mau dihasilkan dengan tingkat kelulusan yang seperti itu? Agama hanya diberi nilai kelulusan dengan angka 5 saja sudah cukup kah? Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris dengan nilai itu sudah berarti kah?

Mereka nakal-nakal. Itu karena lingkungan yang menimpanya.
Mereka terkadang nggak sopan. Itu karena pendidikan mereka pun terbatas.
Mereka terkadang usil, menyebalkan, dan sebagainya. Tapi dibalik itu semua, mereka punya harapan seperti kita. Bisa sekolah, baca, nulis, berhitung, tapi apa daya kemampuan finansial yang meghalang mereka untuk memenuhinya.

Saya juga ingat ketika waktu lagi mengajar, ada anak kecil di depan pintu. Saya bertanya, "Kok kamu nggak ikutan belajar di dalam kelas? Ayo masuk! Tuh teman-temannya pada belajar."
Dia cuma geleng-geleng kepala, "Nggak kak. Aku kan nggak sekolah..."

Kasihan kah yang ada dipikiran saya pertama kalinya? Nggak. Tapi yang ada di pikiran saya pertama kalinya cuma MIRIS. Ya! Miris. Lagi-lagi didaerah dengan Perguruan Tinggi yang luar biasa hebatnya, tapi ternyata masyarakat disekitarnya buat sekolah saja ada yang nggak mampu. Tertimpang banget kondisinya. Mungkin ada berbagai faktor yang membuat hal-hal seperti itu terjadi. Ya, saya pun sadar akan hal itu.

Tapi tahukah bahwa diluar sana masih banyak anak-anak yang butuh ilmu, tapi pengabdian masyarakat bagi yang katanya "orang berilmu" itulah yang masih kurang. Saya yakin, yakin sekali banyak lulusan universitas terkenal di negara ini, tapi pernahkah sedikit saja melihat bahwa masih ada "adik-adik" kalian dengan nasib yang seperti ini?

Sekali lagi benar kata salah satu dosen saya,
Orang yang pintar itu banyak, yang aktif organisasi, yang pintar berorasi itu banyak. Tapi orang yang peka pada sekitarnya, masih sangat jarang dimiliki di negara ini.

Saya juga merasakan suatu hal yang sangat luar biasa dan nggak bisa di ungkapkan dengan kata-kata ketika anak-anak yang belajar dengan kami (saya dan teman-teman saya) berterima kasih atas semua pelajaran yang diajarkan kepada mereka. Mereka mengucapkan terima kasih, atas apa yang sudah kami ajarkan, meskipun hanya pelajaran Bahasa Inggris standar yang sudah seharusnya bisa dipelajari di kelas 1 SD.

Mereka tulus mengatakannya. Mereka tulus mengucapkan kata-kata "terima kasih" dan dengan terpaksa saya mengeluarkan air mata. Dan lagi-lagi itu yang membuat saya berpikiran bahwa,
Diluar sana masih banyak yang butuh kita.
Jangan pernah anggap diri kita nggak berguna.

Ya, saya rasa, mengajar bukan hanya tugas seorang guru, tapi tugas semua umat manusia di dunia.

***

Ketagihan mengajar.
Saya suka dengan quotes berikut ini, sederhana tapi sangat punya makna.
"Aku menyentuh masa depan. Aku mengajar" (Christa Mc Auliffe)
dan
"Kita tidak selalu bisa membangun masa depan bagi generasi muda. Tapi kita bisa membangun generasi muda untuk masa depan" (Franklin D Roosevelt)

Ya, kita bisa membantu mereka, mengajak mereka untuk "bisa" seperti orang-orang yang mereka anggap "hebat" ini, membangun karakter dan kemampuan yang memang mereka miliki. Tidak hanya untuk dirinya saja, tapi juga untuk kemajuan Indonesia.

Semoga suatu saat nanti saya bisa buat sekolah untuk anak-anak yang kurang mampu dan membuat sebuah Indonesian Kids Fund untuk membiayai pendidikan anak-anak kurang mampu di negara ini.

***

2 comments:

Unknown said...

wow.. sebuah cita cita yang amat luhur.. :)

disamping egoisnya pemerintah kita..

Della said...

terima kasih banyak.. :)